3. Respektabilitas
Pengalaman di beberapa negara berkembang, terutama negara-negara baru yang mempunyai masyarakat yang sudah tua, pemilihan bahasa resmi atau bahasa nasional sering terkait dengan soal tradisi besar. Banyak orang berpendapat bahwa bahasa yang mempunyai martabat adalah bahasa yang mempunyai tradisi besar, yaitu bahasa yang di masa lampau sudah dipakai sebagai kendaraan budaya tinggi, baik dalam bentuk sastra maupun dalam bentuk pemikiran atau keilmuan pada umumnya. Sebaliknya, dalam alam modern yang amat diperlukan adalah efisiensi, kepersisan, dan perbendaharaan kata yang cukup untuk mengungkapkan peradaban modern.
Antara tradisi besar dan tuntutan dunia modern tidak selalu terdapat kaitan yang erat. Ada bahasa modern yang efisien dan dapat memenuhi tuntutan kehidupan modern, tetapi ada pula yang tidak. Bila yang terjadi adalah keadaan yang terakhir, maka terjadilah hal-hal yang menarik dalam pembinaan bahasa. Adakalanya pengaruh tradisi besar itu sangat dominan pada suatu budaya sehingga orang rela mengorbankan efisiensi demi untuk melestarikan tradisi besar itu. Namun, ada pula budaya yang tidak segan-segan mengorbankan kebanggaan akan tradisi besar demi untuk mencapai suatu efisiensi di bidang bahasa. Contoh yang terbaik dari pengorbanan kebanggaan akan tradisi besar adalah bahasa Jepang, sedangkan contoh yang berlawanan dapat ditemukan di beberapa negara, seperti India dan beberapa negara Arab. Untuk kasus Indonesia, bahasa Jawa mungkin cenderung dapat digolongkan pada contoh terakhir.
Bagaimana dengan bahasa Melayu? Apakah bahasa Melayu dapat dikatakan mempunyai tradisi besar? Secara relatif, penulis berpendapat bahwa bahasa Melayu dapat dikatakan memiliki tradisi besar dalam konteks Nusantara. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa di Nusantara ini terdapat dua tradisi besar, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Dari segi umur dan ukuran, martabat tradisi Jawa terlihat lebih besar daripada martabat tradisi Melayu.
Pengalaman di beberapa negara berkembang, terutama negara-negara baru yang mempunyai masyarakat yang sudah tua, pemilihan bahasa resmi atau bahasa nasional sering terkait dengan soal tradisi besar. Banyak orang berpendapat bahwa bahasa yang mempunyai martabat adalah bahasa yang mempunyai tradisi besar, yaitu bahasa yang di masa lampau sudah dipakai sebagai kendaraan budaya tinggi, baik dalam bentuk sastra maupun dalam bentuk pemikiran atau keilmuan pada umumnya. Sebaliknya, dalam alam modern yang amat diperlukan adalah efisiensi, kepersisan, dan perbendaharaan kata yang cukup untuk mengungkapkan peradaban modern.
Antara tradisi besar dan tuntutan dunia modern tidak selalu terdapat kaitan yang erat. Ada bahasa modern yang efisien dan dapat memenuhi tuntutan kehidupan modern, tetapi ada pula yang tidak. Bila yang terjadi adalah keadaan yang terakhir, maka terjadilah hal-hal yang menarik dalam pembinaan bahasa. Adakalanya pengaruh tradisi besar itu sangat dominan pada suatu budaya sehingga orang rela mengorbankan efisiensi demi untuk melestarikan tradisi besar itu. Namun, ada pula budaya yang tidak segan-segan mengorbankan kebanggaan akan tradisi besar demi untuk mencapai suatu efisiensi di bidang bahasa. Contoh yang terbaik dari pengorbanan kebanggaan akan tradisi besar adalah bahasa Jepang, sedangkan contoh yang berlawanan dapat ditemukan di beberapa negara, seperti India dan beberapa negara Arab. Untuk kasus Indonesia, bahasa Jawa mungkin cenderung dapat digolongkan pada contoh terakhir.
Bagaimana dengan bahasa Melayu? Apakah bahasa Melayu dapat dikatakan mempunyai tradisi besar? Secara relatif, penulis berpendapat bahwa bahasa Melayu dapat dikatakan memiliki tradisi besar dalam konteks Nusantara. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa di Nusantara ini terdapat dua tradisi besar, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Dari segi umur dan ukuran, martabat tradisi Jawa terlihat lebih besar daripada martabat tradisi Melayu.
0 komentar:
Posting Komentar